Suara shalawatan di sepanjang jalan menur Ronowijayan Kecamatan Siman
Kabupaten Ponorogo terdengar jelas dengan iring-iringan suara rebana
yang dibawakan oleh warga setempat. Tidak hanya itu, para remaja karang
taruna serta anak-anak usia sekolah membawa nampan berisi ketupat.
Setelah berkeliling kurang lebih 1 km, sepanjang jalan Menur. Rombongan berhenti di warung kopi wakoka. Dan menggelar doa bersama, meminta keselamatan untuk kita semua.Kemudian dilanjutkan makan bersama. Mereka yang ikut dalam lebaran kupat ini terlihat lahap sekali. Kupat tersebut dipadu dengan bubuk dan sayur santan berisi kentang, tahu, tempe dan kikil.
Yak, itu lah suasana lebaran ketupat yang sampai sekarang masih menjadi tradisi di kota Reog. "Ini setiap tahun masih kami pertahankan," kata Wahyudi, tetua di Jalan Menur.
Wahyudi beralasan tidak mau menghilangkan tradisi ini. Untuk mempererat tali silaturahmi sesama tetangga.
Ketupatnya juga berbeda dengan yang lain. Dia membuat sendiri, dengan bentuk seperti kubah.
Dia mengartikan agar bisa mendapat barokah dari bulan syawal. "Ya biar barokah," terangnya.
Tidak hanya itu, terkadang juga ada mahasiswa sekitar yang ikut merayakan lebaran ketupat. Sehingga merasakan seperti di rumah.
Sementara, Novi Dwi Ratnasari, salah satu mahasiswa STAIN Ponorogo, mengatakan sengaja ke Wakoka untuk merasakan ketupat. "Biar kayak di rumah saja," jelasnya.
Dia juga mengajak temannya untuk makan ketupat sepuasnya. "Lumayan mengobati rindu," jelasnya. [mit/but]
Sumber : http://beritajatim.com/gaya_hidup/271290/kupatan_di_ponorogo,_shalawatan_keliling_1_km.html
Setelah berkeliling kurang lebih 1 km, sepanjang jalan Menur. Rombongan berhenti di warung kopi wakoka. Dan menggelar doa bersama, meminta keselamatan untuk kita semua.Kemudian dilanjutkan makan bersama. Mereka yang ikut dalam lebaran kupat ini terlihat lahap sekali. Kupat tersebut dipadu dengan bubuk dan sayur santan berisi kentang, tahu, tempe dan kikil.
Yak, itu lah suasana lebaran ketupat yang sampai sekarang masih menjadi tradisi di kota Reog. "Ini setiap tahun masih kami pertahankan," kata Wahyudi, tetua di Jalan Menur.
Wahyudi beralasan tidak mau menghilangkan tradisi ini. Untuk mempererat tali silaturahmi sesama tetangga.
Ketupatnya juga berbeda dengan yang lain. Dia membuat sendiri, dengan bentuk seperti kubah.
Dia mengartikan agar bisa mendapat barokah dari bulan syawal. "Ya biar barokah," terangnya.
Tidak hanya itu, terkadang juga ada mahasiswa sekitar yang ikut merayakan lebaran ketupat. Sehingga merasakan seperti di rumah.
Sementara, Novi Dwi Ratnasari, salah satu mahasiswa STAIN Ponorogo, mengatakan sengaja ke Wakoka untuk merasakan ketupat. "Biar kayak di rumah saja," jelasnya.
Dia juga mengajak temannya untuk makan ketupat sepuasnya. "Lumayan mengobati rindu," jelasnya. [mit/but]
Sumber : http://beritajatim.com/gaya_hidup/271290/kupatan_di_ponorogo,_shalawatan_keliling_1_km.html
Posting Komentar