Nilai-nilai Kearifan Lokal dalam Grebeg Suro di Kabupaten Ponorogo

Grebeg Suro merupakan acara tradisi kultural masyarakat Ponorogo dalam wujud pesta rakyat Ponorogo. Puncak pentas seni, budaya, dan tradisi ditampilkan pada saat itu yang meliputi Festival Reog Nasional, Pawai Lintas Sejarah dan Kirab Pusaka, dan Larungan Risalah Do’a di Telaga Ngebel. Kegiatan ini sudah belasan tahun dilaksanakan.Tentunya ada nilai-nilai luhur yang terkandung didalamnya sehingga dipertahankan sampai sekarang oleh masyarakat Ponorogo.
Nilai-nilai luhur tersebut tampak pada gerak-gerik, simbol, sikap, tindak tanduk yang ada ketika seni dan tradisi tersebut dipertunjukkan. Nilai luhur ini tentunya berbeda dengan daerah lain karena seni dan tradisi yang ditampilkan berbeda pula. Jadi dapat dikatakan nilai luhur tersebut hanya ada di daerah yang menampilkan seni dan tradisi tersebut.
Maka dikenallah nilai-nilai luhur ini dengan nilai-nilai kearifan lokal yang berarti nilai-nilai yang diyakini ke Untuk itulah peneliti disini ingin mengetahui nilai-nilai tersebut yang sampai sekarang seni dan tradisi ini sudah ditampilkan belasan tahun lamanya.
benarannya dan menjadi acuan bertingkah laku sehari-hari masyarakat setempat.
Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mengungkap sejarah Grebeg Suro, wujud seni dan tradisi yang ditampilkan, tata cara pelaksanaan Grebeg Suro, nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung didalamnya, kendala yang dihadapi dan cara mengatasinya, serta pelestarian yang dilakukan.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif deskriptif. Untuk mencapai tujuan tersebut, data dikumpulkan melalui observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Data yang dikumpulkan meliputi data yang berasal dari berlangsungnya kegiatan Grebeg Suro di Kabupaten Ponorogo dan sejumlah orang yang terlibat dalam kegiatan. Untuk menjaga validitas data, maka peneliti melakukan perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan, triangulasi, pelibatan teman sejawat, dan member check.
Hasil temuan penelitian menunjukkan bahwa sejarah Grebeg Suro di Kabupaten Ponorogo adalah adanya kebiasaan masyarakat pada malam 1 Suro masyarakat mengadakan tirakatan semalam suntuk dengan mengelilingi kota dan berhenti di alon-alon Ponorogo. Pada tahun 1987 Bupati Subarkah melihat fenomena ini dan melahirkan gagasan kreatif untuk mewadahi kegiatan mereka dengan kegiatan yang mengarah pada pelestarian budaya. Sebab ditengarahinya minat para pemuda terhadap kesenian khas Ponorogo mulai luntur, untuk itu  diadakanlah Grebeg Suro ini dan memasukkan Reog didalamnya. Pada awal prakarsa belum tingkat nasional. Seni dan tradisi yang ditampilkan meliputi Festival Reog Nasional, Pawai Lintas Sejarah dan Kirab Pusaka, dan Larungan Risalah Do’a di Telaga Ngebel.
Tata cara pelaksanaannya adalah dimulai dengan Festival Reog Nasional yang dilaksanakan selama 4 hari dengan jumlah peserta 51 yang berasal dari 21 peserta dari Ponorogo dan 30 dari Luar Ponorogo. Dari keseluruhan peserta diambil 10 besar group Reog terbaik dan 10 besar pembina terbaik. Sehari sebelum 1 Suro diadakan Pawai Lintas Sejarah dan Kirab Pusaka dari kota lama ke kota tengah untuk mengenang perpindahan pusat pemerintahan Kabupaten Ponorogo dari kota lama ke kota tengah. Malam 1 Suro diadakan penutupan Festival Reog Nasional dan pengumuman lomba, dan tepat tanggal 1 Suro diadakan Larungan Risalah Do’a di Telaga Ngebel. Nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung meliputi nilai simbolik, nilai tanggung jawab, nilai keindahan, nilai moral, nilai hiburan, nilai budaya, nilai sosial, nilai ekonomi, nilai apresiasi, dan nilai religius.
Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Grebeg Suro ini adalah masalah pendanaan dan cuaca dimana pada saat itu jatuhnya bulan Suro pada saat musim penghujan. Cara mengatasi kendala ini dengan mencari pawang hujan dan mencari sponsor untuk mengatasi kekurangan pendanaan. Pelestarian yang dilakukan meliputi pengadaan pelajaran MULOK dari SD sampai SMA dan pementasan rutin setiap bulan purnama, pengadaan Festival Reog Nasional dan Reog Mini merupakan usaha melestarikan kesenian ini. Sedangkan tradisi yang ditampikan dengan cara penetapan menjadi agenda wajib Pemerintah Kabupaten Ponorogo.
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan agar Pemerintah Kabupaten Ponorogo tetap melestarikan seni dan tradisi yang ada di daerah ini sebagai identitas diri Ponorogo dengan pengadaan perayaan setiap bulan Suro demi meningkatkan sektor kepariwisataan dan pendapatan masyarakat sekaligus sebagai wujud pelestarian budaya.@ponkzhi

Sumber Berita :  http://karya-ilmiah.um.ac.id


Post a Comment

Lebih baru Lebih lama