Kebijakan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo menghapus nama 21
ribu Tenaga Kerja Indonesia (TKI) dari daftar pemilih Pilkada 2015
mengundang reaksi sejumlah kalangan, termasuk pengamat politik dari
Universitas Muhammadiyah (Unmuh) Ponorogo, H. Sulton.
Menurut Sulton, Pemkab Ponorogo harus memiliki landasan hukum yang jelas nama TKI dari daftar Kartu Keluarga (KK) dan daftar pemilih Pilkada Ponorogo yang akan digelar Desember 2015 mendatang itu.
Sebab, dengan penghapusan nama mereka dari daftar kependudukan, maka itu berarti sudah memberangus hak politik warga negara.
Jika tanpa landasan hukum yang jelas, lanjut Solton, maka bisa saja yang bersangkutan melakukan gugatan kepada pemerintah.
“Mereka kan masih warga Ponorogo. Apa landasan hukum mengebiri keberadaan mereka dari KK itu. Harusnya ada political will dari penyelanggara Pemilu kita, sehingga tidak ada proses demokrasi yang mengorbankan warganya. Bagaimana kalau sewaktu-waktu mereka pulang, dan tidak bisa ikut berpartisipasi ?,” terang Sulthon kepada lensaindonesia.com, Sabtu (04/04/2015).
Rektor Unmuh Ponorogo ini menambahkan, penghapusan nama para TKI dari daftar pemilih ini, dikhawatirkan akan menimbulkan adanya kerawanan dalam Pilkada nanti, diantaranya yaitu nama-nama mereka akan dijadikan dalam permainan.
“Jika benar terjadi penghapusan nama -nama TKI dikhawatirkan ada potensi untuk permainan suara, diantaranya penggelembungan suara,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, sekitar 21 ribu TKI asal Ponorogo telah dihapus dari data layanan kependudukan sebagai calon pemilih dalam Pilkada 2015.
Alasan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) menghapus nama para TKI itu, karena mereka tidak lagi tercatat sebagai penduduk di Ponorogo, melainkan Warga Negara Indonesia (WNI).@arso
Sumber Berita : lensaindonesia.com
Menurut Sulton, Pemkab Ponorogo harus memiliki landasan hukum yang jelas nama TKI dari daftar Kartu Keluarga (KK) dan daftar pemilih Pilkada Ponorogo yang akan digelar Desember 2015 mendatang itu.
Sebab, dengan penghapusan nama mereka dari daftar kependudukan, maka itu berarti sudah memberangus hak politik warga negara.
Jika tanpa landasan hukum yang jelas, lanjut Solton, maka bisa saja yang bersangkutan melakukan gugatan kepada pemerintah.
“Mereka kan masih warga Ponorogo. Apa landasan hukum mengebiri keberadaan mereka dari KK itu. Harusnya ada political will dari penyelanggara Pemilu kita, sehingga tidak ada proses demokrasi yang mengorbankan warganya. Bagaimana kalau sewaktu-waktu mereka pulang, dan tidak bisa ikut berpartisipasi ?,” terang Sulthon kepada lensaindonesia.com, Sabtu (04/04/2015).
Rektor Unmuh Ponorogo ini menambahkan, penghapusan nama para TKI dari daftar pemilih ini, dikhawatirkan akan menimbulkan adanya kerawanan dalam Pilkada nanti, diantaranya yaitu nama-nama mereka akan dijadikan dalam permainan.
“Jika benar terjadi penghapusan nama -nama TKI dikhawatirkan ada potensi untuk permainan suara, diantaranya penggelembungan suara,” ujarnya.
Seperti diberitakan sebelumnya, sekitar 21 ribu TKI asal Ponorogo telah dihapus dari data layanan kependudukan sebagai calon pemilih dalam Pilkada 2015.
Alasan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dispendukcapil) menghapus nama para TKI itu, karena mereka tidak lagi tercatat sebagai penduduk di Ponorogo, melainkan Warga Negara Indonesia (WNI).@arso
Sumber Berita : lensaindonesia.com
satu suara saja bisa mempengaruhi hasil akhir, sangat disayangkan
BalasHapusPosting Komentar