Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, layak diacungi jempol. Mereka telah mendirikan sebuah wadah paguyuban yang dinamai "Gerakan Ponorogo Simpati" (GPS).
Wadah ini sebagai ajang kumpul-kumpul dan berbagi informasi di antara TKI yang masih di luar negeri dan sudah mudik di Tanah Air. Garapan utamanya adalah untuk membantu hidup puluhan warga miskin di pedesaan, yang kurang tersentuh dari perhatian pemerintah daerah atau pemerintah pusat-- dengan memberi sembako setiap bulan.
"Banyak warga miskin di pedesaan yang membutuhkan bantuan kita. Mengingat tidak semua warga miskin itu mendapat perhatian dari pemerintah karena keterbatasannya. Nah untuk itulah GPS hadir ingin ikut membantu mengulurkan tangan bagi warga miskin yang belum tersentuh perhatian itu," kata Ketua GPS Irin.
Bantuan GPS, lanjut Irin, memang tidak besar. Akan tetapi cukup bisa meringankan beban mereka dari kekurangan hidup. Bantuan GPS kepada warga miskin pedesaan itu berupa 70 paket sembako dan 70 uang lauk dengan masing-masing sebesar Rp10 ribu per kepala keluarga (KK). Sedangkan satu paket sembako senilai Rp60 ribu itu berisi beras, minyak goreng, mie instan, dan gula.
Bantuan ini diberikan GPS melalui program yang mereka namai bhakti sosial, yang dilakukan setiap bulan dan bergantian dari desa satu ke desa lainnya se-Kabupaten Ponorogo.
"Kita memang cuma hanya beri sembako dan uang lauk sebesar Rp 10 ribu sebanyak 70 KK. Tapi insyaallah itu bisa membantu warga miskin yang membutuhkan," tandas Irin, warga Desa Prajegan Kecamatan Sukorejo yang pernah 6 tahun menjadi TKI di Malaysia.
Aksi GPS untuk warga miskin pedesaan ini, jelas Irin, sudah dilakukan sekitar lima tahun lalu, atau sejak GPS didirikan oleh para relawan TKI.
"Kegiatan bhakti sosial dengan memberi bantuan sembako kepada 70 keluarga miskin dan uang lauk sebesar Rp 10 ribu kepada 70 penerima sembako itu sudah berlangsung lima tahun. Dan bhakti sosial ini akan terus berjalan selama kegiatan kami masih dibutuhkan warga miskin pedesaan," ujar Irin, yang dibenarkan Marsudi, relawan GPS yang juga mantan TKI asal Malaysia.
Gayung pun bersambut. Uluran bantuan GPS ini sangat diharapkan oleh warga miskin di pedesaan.
"Terus terang pemberian sembako dari GPS sangat membantu kami, apalagi ketika sembako melonjak naik seperti menjelang Ramadan, Idul Fitri atau hari-hari besar lainnya," ujar Sukmini, 56, warga Desa Wagir Lor Kecamatan Ngebel.
Oleh karena itu, tambah Sukmini, dirinya mengharapkan bantuan tersebut bisa terus diberikan dari GPS.
"Syukur-syukut paket sembakonya ditingkatkan jumlahnya. Misalnya kalau berasnya cuma 2 kg nantinya ditambah jadi 5 kg/paketnya," pinta Sukmini yang diamini warga miskin lainnya.
Selain memberikan bantuan sembako dan uang lauk, GPS terkadang tidak hanya memberi bantuan sembako dan uang lauknya saja, akan tetapi jika ada warga miskin yang jatuh sakit dan benar-benar tidak memiliki uang berobat GPS juga dibantu untuk dibawa ke puskesmas atau ke dokter.
"Kami relawan GPS ini juga dengan sukarela membawa keluarga miskin pedesaan yang minta bantuan untuk diantarkan ke Puskesmas atau ke dokter," ungkapnya.
GPS ini kini terdapat sekitar 200 relawan, yang umumnya mantan TKI. Anggota GPS menyebar di setiap desa di Kabupaten Ponorogo. Hal ini yang membuat pemetaan warga miskin yang layak mendapat bantuan bisa diketahui dengan cermat oleh relawan GPS. Sementara yang mengantarkan sembako dan uang lauk dilakukan oleh para relawan TKI.
Sumber uang buat bhakti sosial, untuk pembelian 70 paket sembako dan bantuan uang lauk untuk 70 penerima paket sembako tersebut berasal dari bunga-bunga sosial para TKI yang kini sedang bekerja di luar negeri, seperti di Malaysia, Singapura, Brunai Darussalam, Arab Saudi, Korea, Thaiwan dan negara lainnya. Atau mereka mantan TKI yang sudah pulang dan sukses membangun usaha di kampung.
"Tapi mayoritas uang untuk bantuan warga miskin di pedesaan itu berasal dari teman-teman TKI yang kini masih bekerja di luar negeri. Sedang para relawan yang menyalurkan bantuan itu kita-kita yang sudah mantan TKI yang sudah pulang kampung ini," papar Irin yang dibenarkan relawan lainnya.
Apa yang melatarbelakangi berdirinya GPS? "Sebelum didirikan paguyuban, kita para TKI ini kalau pulang kampung misalnya mudik lebaran melakukan kumpul-kumpul bareng. Biasanya selain makan-makan bareng kita berbagi cerita selama di perantauan. Dari ajang kumpul-kumpul bareng itulah akhirnya kita mendirikan GPS," kata Irin.
Maka para pengurus paguyuban ini juga dipilih sendiri berdasarkan kesepakatan bersama para relawan. Begitu pula para relawan ibekerja tanpa imbalan.
"Seperti relawan Jokowi itu, kami-kami ini benar untuk mengabdikan diri untuk membantu warga miskin. Tak ada yang dimobilisasi, tapi semua ingin berpartisipasi," kata Irin yang diamini semua relawan.
Sedangkan dipilihnya membantu warga miskin di pedesaan, karena para TKI merasa tergugah hatinya untuk ikut berbagi dengan mereka yang masih dekat dengannya. Apalagi, para TKI umumnya juga berasal dari desa dan umumnya juga datang dari keluarga kurang mampu. Sehingga ketika para TKI memiliki penghasilan lebih dari bekerja di luar negeri, mereka itu yang perlu dibantu.
"Kita tahu pemerintah amat terbatas kemampuannya. Tidak semua warga miskin bisa dijangkau untuk diberi bantuan. Karena itulah kami ingin hadir ikut membantu warga miskin, walau cuma memberi bantuan berupa sembako dan uang lauk itu. Tapi bantuan kami itu sangat disambut senang oleh para warga miskin penerima bantuan," jelas Irin. (Sunarwoto)
(Adf)
Sumber Berita : Metrotvnews.com
إرسال تعليق