Sebanyak 220 kepala desa (Kades) yang tergabung dalam Paguyuban
Kepala dan Perangkat Desa (PKPD) Kabupaten Ponorogo berangkat ke Jakarta
berencana menuntut kejelasan amanat Undang-Undang Desa no 6 tahun 2014,
Senin (23/03/2015).
“Hari ini kami bersama 220 kepala desa se-Kabupaten Ponorogo berangkat ke Jakarta untuk mendesak kejelasan UU Desa,”ucap Riyanto, ketua PKPD Ponorogo kepada lensaindonesia.com.
Keberangkatan 220 kepala desa dengan mengendarai 4 buah bus dari alun-alun Ponorogo ini, nantinya akan bersama rekan sejawat yang berasal dari Kabupaten Madiun, Magetan, dan Ngawi menuju ke Ibu Kota. Dan kemudian akan bergabung di Jakarta dengan seluruh kepala desa se Jawa-Bali, Selasa(24/03/2015).
“Tujuan kami adalah mendesak pemerintahan pusat untuk segera merealisasikan 10 persen dari APBN yang diperuntukan bagi seluruh desa di Indonesia dan menuntut segera merevisi PP no 43 Tahun 2014,” terang Riyanto.
Ketua PKPD yang juga Kepala Desa Glinggang, Kecamatan Sampung ini menambahkan,”sebenarnya sederhana saja, seandainya PP 43 utamanya pasal 100 itu memberlakukan bengkok tidak masuk dalam 30 persen, dan dibuatkan Permen
sendiri sebenarnya sudah beres.”
Rencananya para kepala desa se Jawa Bali tersebut, setiba di Jakarta akan terbagi dalam empat kelompok. Kelompok pertama akan menuju ke Kementrian Dalam Negeri, kelompok kedua akan mendatangi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Untuk kelompok ketiga akan menuju Kementerian Keuangan dan kelompok keempat akan gruduk gedung DPR-RI di Senayan.
Selain menuntut pemerintahan pusat segera merealisasi 10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk kesejahteraan masyarakat desa, Riyanto menambahkan,yang dipermasalahkan utamanya tanah bengkok (tanah kas desa). “Apabila bengkok itu harus dimasukan dalam APBDesa, seharusnya masuk yang 70 persen, bukan yang 30 persen, sehingga bisa leluasa untuk belanja teman-teman kepala desa,” jelasnya.
Saat ini, dana desa yang sudah cair hanya 1 persen saja dari Rp1 miliar, atau Rp100 juta saja. Riyanto mengatakan sangat menyayangkanya. Apalagi tahun 2015 ini UU Desa harus sudah diberlakukan. “Yang didesa kelabakan, bila bengkok dimasukan dalam PAD desa dan hanya dikeluarkan 30 persen, padahal penghasilan tetap (Siltap) teman-teman ini hanya Rp 1 juta, bagaimana bisa cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seharusnya bengkok itu tetap diatur seperti dulu, jangan disenggol, karena negara belum jadi saja, bengkok itu sudah ada,”pungkasnya.@arso
Di,langsir dari : lensaindonesia.com.
“Hari ini kami bersama 220 kepala desa se-Kabupaten Ponorogo berangkat ke Jakarta untuk mendesak kejelasan UU Desa,”ucap Riyanto, ketua PKPD Ponorogo kepada lensaindonesia.com.
Keberangkatan 220 kepala desa dengan mengendarai 4 buah bus dari alun-alun Ponorogo ini, nantinya akan bersama rekan sejawat yang berasal dari Kabupaten Madiun, Magetan, dan Ngawi menuju ke Ibu Kota. Dan kemudian akan bergabung di Jakarta dengan seluruh kepala desa se Jawa-Bali, Selasa(24/03/2015).
“Tujuan kami adalah mendesak pemerintahan pusat untuk segera merealisasikan 10 persen dari APBN yang diperuntukan bagi seluruh desa di Indonesia dan menuntut segera merevisi PP no 43 Tahun 2014,” terang Riyanto.
Ketua PKPD yang juga Kepala Desa Glinggang, Kecamatan Sampung ini menambahkan,”sebenarnya sederhana saja, seandainya PP 43 utamanya pasal 100 itu memberlakukan bengkok tidak masuk dalam 30 persen, dan dibuatkan Permen
sendiri sebenarnya sudah beres.”
Rencananya para kepala desa se Jawa Bali tersebut, setiba di Jakarta akan terbagi dalam empat kelompok. Kelompok pertama akan menuju ke Kementrian Dalam Negeri, kelompok kedua akan mendatangi Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. Untuk kelompok ketiga akan menuju Kementerian Keuangan dan kelompok keempat akan gruduk gedung DPR-RI di Senayan.
Selain menuntut pemerintahan pusat segera merealisasi 10 persen dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk kesejahteraan masyarakat desa, Riyanto menambahkan,yang dipermasalahkan utamanya tanah bengkok (tanah kas desa). “Apabila bengkok itu harus dimasukan dalam APBDesa, seharusnya masuk yang 70 persen, bukan yang 30 persen, sehingga bisa leluasa untuk belanja teman-teman kepala desa,” jelasnya.
Saat ini, dana desa yang sudah cair hanya 1 persen saja dari Rp1 miliar, atau Rp100 juta saja. Riyanto mengatakan sangat menyayangkanya. Apalagi tahun 2015 ini UU Desa harus sudah diberlakukan. “Yang didesa kelabakan, bila bengkok dimasukan dalam PAD desa dan hanya dikeluarkan 30 persen, padahal penghasilan tetap (Siltap) teman-teman ini hanya Rp 1 juta, bagaimana bisa cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, seharusnya bengkok itu tetap diatur seperti dulu, jangan disenggol, karena negara belum jadi saja, bengkok itu sudah ada,”pungkasnya.@arso
Di,langsir dari : lensaindonesia.com.
إرسال تعليق