Pemkab Ponorogo kurang tanggap menyikapi
tuntutan sekolah murah. Buktinya, peraturan bupati (perbup) tentang
penerimaan peserta didik baru (PPDB) tak kunjung terbit kendati
pengumuman siswa baru yang lolos seleksi tinggal Selasa (8/7) besok.
‘’Draf perbup tentang PPDB sudah kami ajukan sejak pekan lalu,’’ kata
Kepala Dinas Pendidikan (Kadiknas) Ponorogo Supeno, kemarin (6/7).
Mengantisipasi perbup PPDB itu lelet
(terlambat) terbit, Supeno mengaku sudah menerbitkan surat keputusan
(SK) berisi rambu-rambu yang wajib dipatuhi sekolah saat penerimaan
siswa baru. Dia meminta sekolah mengacu ke perbup lama. ‘’Tapi perlu
diingat, perbup lama ada batasan iuran untuk RSBI (rintisan sekolah
berstandar internasional) maksimal Rp 2,5 juta. Karena RSBI sudah tidak
ada, batasan maksimalnya sekarang Rp 2 juta,’’ tegasnya.
Supeno menyebut di SK yang
diterbitkannya mengatur pengumuman penerimaan siswa baru dilaksanakan 8
Juli besok. Sedang daftar ulang dilakukan 10-11 Juli hingga beban biaya
atau iuran yang ditanggung orang tua seharusnya mulai muncul. Namun,
diknas melarang sekolah menarik iuran sebelum membahasnya dengan komite.
‘’Sudah kami peringatkan, sekolah jangan sampai narik dulu sebelum ada
kesepakatan dengan orang tua siswa. Kalau perbup baru belum keluar juga,
pakai aturan lama,’’ terangnya.
Hanya, Supeno enggan menyebut sanksi
yang bakal dijatuhkan jika ada sekolah melanggar. Dia mengklaim sudah
banyak perubahan dalam pelaksanaan PPBD tahun ini. Salah satunya,
sekolah tidak lagi memungut biaya pendaftaran. Calon siswa yang
mendaftar tidak sepersenpun dikenai biaya. ‘’Sudah banyak perubahan,
yang paling mencolok adalah tidak ada lagi biaya pendaftaran,’’
ungkapnya.
Supeno mengakui sejumlah sekolah
pinggiran masih minim pendaftar. Dia sempat menyebut SMP negeri di Jetis
dan Sambit yang hingga kemarin rombelnya belum juga penuh. Hasil
sidaknya, pada Jumat (4/7) lalu, mendapati pendaftar di SMPN Jetis baru
sekitar 47 siswa, sedang SMPN Sambit hanya 86 siswa. ‘’Kemungkinan
rombel tidak terisi penuh, untuk laporan pastinya baru kami terima besok
(hari ini, Red),’’ jelasnya.
Sekolah di kecamatan yang kesulitan
mendapatkan peserta didik baru itu, kata Supeno, lantaran para orang tua
cenderung menyekolahkan anaknya di kota. Mereka beranggapan kualitas
pendidikan di sejumlah sekolah favorit lebih. ‘’Pendapat ini yang perlu
diubah. Sekolah di pinggiran tidak kalah, bisa dibuktikan dari kelulusan
unas. Siswa di sekolah pinggiran lulus semua,’’ ujarnya.
Supeno juga menolak anggapan tidak
meratanya sebaran siswa itu akibat tidak diterapkannya system rayon.
Rayonisasi sengaja tidak diberlakukan lantaran pihaknya ingin memberi
kebebasan siswa memilih sekolah yang diinginkannya. ‘’Kami tidak ingin
membatasi,’’ katanya. (aan/hw)
Sumber berita : Radar Madiun
Posting Komentar