Sekitar 20 kilometer arah Barat kota Ponorogo terbentang hutan heterogen
yang cukup luas, yang terdiri dari tanaman jati, mahoni dan beberapa tanaman
lainnya. Kali ini, tim reog.tv menjelajah kawasan kecamatan Badegan, kota
kecamatan paling Barat yang berbatasan dengan Jawa Tengah, tepat di pinggir
jalan penghubung Ponorogo – Wonogiri (Jawa Tengah).
Di kawasan ini, pernah ada satu kawasan yang begitu legendaris. Tak kurang, mantan presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto pernah singgah di kawasan ini. Kucur namanya.
Berkendara dari Ponorogo, memakan waktu sekitar 20 menit, tibalah reog.tv di desa Biting, kecamatan Badegan Ponorogo. Dan setiba di pinggir hutan Kucur, kami putuskan untuk berjalan kaki menempuh jarak sekitar 1 kilometer dengan kondisi menanjak, hingga sampai di ‘bekas’ wana wisata Kucur.
Saksi bisu kehancuran Kucur berupa fasilitas wisata yang luluh lantak, pun kami dapati. Seperti bekas kolam renang yang hanya tinggal puing dengan dipenuhi sampah dedaunan. Kamar mandi (MCK) yang hanya tinggal klosetnya saja juga kami jumpai.
Mata air, yang menjadi sumber air bagi pengunjung wana wisata dan penduduk di bawah bukit juga sangat tidak terawat. Hanya nampak genangan dalam kotak kecil, sementara sumber air yang tertutup kolam beton, dari atas terlihat tertimbun tebalnya dedaunan.
Sungguh pemandangan, yang sudah tak sedap lagi dipandang. Namun, bahwa sumber air yang mengendap di kawasan tersebut masih menghidupi ratusan pohon jika musim kemarau masih nampak jelas. Hal ini nampak dari masih lebat dan menghijaunya daun-daun di kawasan itu, sementara pohon-pohon di luar kawasan itu, nampak sangat kering.
Pohon-pohon berusia ratusan tahun dengan akar-akar besar pun nampak menaungi kawasan tersebut. Diperkirakan, pohon-pohon besar itulah penyumbang atau penyimpan sumber air di kawasan ini.
Sejurus kemudian, mata kami pun tertuju pada sisi Barat mata air kucur. Nampak sebuah jembatan kecil, yang setelah kami dekati terhampar kolam berukuran sekitar 15 x 3 meter berkedalaman 2 meter yang hancur, dengan dinding yang pecah-pecah, dengan dipenuhi daun-daun hutan. Sekitar 20 menit kami berada di situ, kami pun turun, untuk mencari tahu, tentang Kucur yang sebenarnya.
Menurut warga pemilik warung di sekitar hutan Kucur, selama ini kawasan dikenal sebagai satu kawasan wana atau hutan wisata, dengan sebuah mata air yang tidak pernah kering, meski di musim kemarau. Bekas-bekas jika lokasi ini pernah ramai menjadi wana wisata pun masih terlihat.
Sesuai papan Perhutani yang masih teronggok di kawasan itu, Kucur yang memiliki luas 1.6 hektar, tercatat masuk Desa Biting, Kecamatan Badegan, Ponorogo, dalam hutan yang dikelola oleh Perhutani BKPH Somoroto, RPH Badegan, pada petak 128 A.
Menariknya, menurut mereka, kawasan terlantar ini dulunya diresmikan bahkan pernah disinggahi mantan presiden Suharto pada sekitar tahun 1978. Konon, ada prasasti peresmian yang tidak sempat kami temukan, yang masih ada di Kucur. Entah benar atau tidak, menurut mereka lagi, mantan Presiden Soeharto juga pernah singgah dan menginap semalam di kawasan ini, di tengah perjalanannya dari sebuah daerah.
“Saya ingat sekali waktu itu, saya masih SD, saya dan teman-teman diajak ke pinggir jalan oleh guru sambil membawa bendera kecil, untuk menyambut kedatangan pak Harto,” kata Woto, warga sekitar Kucur.
Menurutnya, Kucur sebenarnya masih punya potensi jika dikembangkan dan dirawat. Apalagi kawasan ini cukup strategis dijadikan kawasan transit bagi pengendara baik yang dari Jawa Timur maupun Jawa Tengah, jika ingin melepas lelah. (nja/iro/reog.tv)
Di kawasan ini, pernah ada satu kawasan yang begitu legendaris. Tak kurang, mantan presiden kedua Republik Indonesia, Soeharto pernah singgah di kawasan ini. Kucur namanya.
Berkendara dari Ponorogo, memakan waktu sekitar 20 menit, tibalah reog.tv di desa Biting, kecamatan Badegan Ponorogo. Dan setiba di pinggir hutan Kucur, kami putuskan untuk berjalan kaki menempuh jarak sekitar 1 kilometer dengan kondisi menanjak, hingga sampai di ‘bekas’ wana wisata Kucur.
Saksi bisu kehancuran Kucur berupa fasilitas wisata yang luluh lantak, pun kami dapati. Seperti bekas kolam renang yang hanya tinggal puing dengan dipenuhi sampah dedaunan. Kamar mandi (MCK) yang hanya tinggal klosetnya saja juga kami jumpai.
Mata air, yang menjadi sumber air bagi pengunjung wana wisata dan penduduk di bawah bukit juga sangat tidak terawat. Hanya nampak genangan dalam kotak kecil, sementara sumber air yang tertutup kolam beton, dari atas terlihat tertimbun tebalnya dedaunan.
Sungguh pemandangan, yang sudah tak sedap lagi dipandang. Namun, bahwa sumber air yang mengendap di kawasan tersebut masih menghidupi ratusan pohon jika musim kemarau masih nampak jelas. Hal ini nampak dari masih lebat dan menghijaunya daun-daun di kawasan itu, sementara pohon-pohon di luar kawasan itu, nampak sangat kering.
Pohon-pohon berusia ratusan tahun dengan akar-akar besar pun nampak menaungi kawasan tersebut. Diperkirakan, pohon-pohon besar itulah penyumbang atau penyimpan sumber air di kawasan ini.
Sejurus kemudian, mata kami pun tertuju pada sisi Barat mata air kucur. Nampak sebuah jembatan kecil, yang setelah kami dekati terhampar kolam berukuran sekitar 15 x 3 meter berkedalaman 2 meter yang hancur, dengan dinding yang pecah-pecah, dengan dipenuhi daun-daun hutan. Sekitar 20 menit kami berada di situ, kami pun turun, untuk mencari tahu, tentang Kucur yang sebenarnya.
Menurut warga pemilik warung di sekitar hutan Kucur, selama ini kawasan dikenal sebagai satu kawasan wana atau hutan wisata, dengan sebuah mata air yang tidak pernah kering, meski di musim kemarau. Bekas-bekas jika lokasi ini pernah ramai menjadi wana wisata pun masih terlihat.
Sesuai papan Perhutani yang masih teronggok di kawasan itu, Kucur yang memiliki luas 1.6 hektar, tercatat masuk Desa Biting, Kecamatan Badegan, Ponorogo, dalam hutan yang dikelola oleh Perhutani BKPH Somoroto, RPH Badegan, pada petak 128 A.
Menariknya, menurut mereka, kawasan terlantar ini dulunya diresmikan bahkan pernah disinggahi mantan presiden Suharto pada sekitar tahun 1978. Konon, ada prasasti peresmian yang tidak sempat kami temukan, yang masih ada di Kucur. Entah benar atau tidak, menurut mereka lagi, mantan Presiden Soeharto juga pernah singgah dan menginap semalam di kawasan ini, di tengah perjalanannya dari sebuah daerah.
“Saya ingat sekali waktu itu, saya masih SD, saya dan teman-teman diajak ke pinggir jalan oleh guru sambil membawa bendera kecil, untuk menyambut kedatangan pak Harto,” kata Woto, warga sekitar Kucur.
Menurutnya, Kucur sebenarnya masih punya potensi jika dikembangkan dan dirawat. Apalagi kawasan ini cukup strategis dijadikan kawasan transit bagi pengendara baik yang dari Jawa Timur maupun Jawa Tengah, jika ingin melepas lelah. (nja/iro/reog.tv)
Dilangsir dari : reog.tv
إرسال تعليق